Selasa, 13 Oktober 2015

HISTORISITAS HIJRAH DAN KONTEKS KEKINIAN

Secara etimologis, hijrah berarti pindah ke negeri lain. Hijrah yang dimaksudkan di sini ialah pindahnya Nabi Muhammad dan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah[1] Nabi Muhammad terlebih dulu memerintahkan kaum muslimin untuk hijrah, sementara beliau sendiri tidak akan keluar tanpa izin Allah. Peristiwa hijrah Nabi, bermula dari Makkah pada malam Kamis tanggal 1 Rabi’ul Awwal (sekitar 16 Juni 622) dan sampai di Madinah sebelum waku Zhuhur, hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal yang bertepatan tanggal 28 Juni 622 M.[2]

Minggu, 20 September 2015

Pengungsi Suriah Kepedihan, Kesengsaraan, dan Pengorbanan Tanpa Batas

Entah berapa banyak lagi pengungsi dan imigran yang bakal menyeberangi daratan Uni Eropa? Berapa lama mereka harus menjalani penderitaan panjang? Laki-laki, perempuan, anak-anak harus  berjalan kaki, tidur di jalan-jalan, kehujanan, dan kedinginan.
Berapa lagi perbatasan negara Eropa yang harus mereka lewati? Sungguh tak terperikan. Anak-anak harus berjalan kaki beratus kilo, dan ibu-ibu yang menggendong bayi, serta harus berurusan dengan polisi dan tentara. Sekarang semua negara di Uni Eropa menutup perbatasan mereka.

Kisah Imigran Gelap Terobos Pagar Berduri Demi ke Eropa



Gelombang Pengungsi Suriah Ke Uni Eropa dan Keutamaan Negeri Syam (Suriah) Dalam Hadits Rasululloh SAW

Hungaria membuat rencana pada Rabu untuk memperkuat perbatasan di sebelah selatan dengan menggunakan helikopter dan militer, untuk menghalau jumlah Pengungsi Suriah, yang melewati pagar kawat ke kawasan Eropa. Di Jerman memperkirakan 800.000 pengungsi tahun ini dan anselir “Angela Merkel” dicela oleh para demonstran di mana protes anti-pengungsi yang meletus pada akhir pekan lalu. Lonjakan pengungsi untuk mencari suaka dari konflik di suriah dan timur tengah lainnya telah dihadapkan “Uni Eropa” dengan krisis pengungsi sejak Perang Dunia II. Sebuah laporan meyebutkan, kedatangan pengungsi Suriah, Afghanistan dan timur tengah lainnya menyeberang dari Serbia ke Hungaria, Selasa, melewati pagar duri dan menghadapi penjaga perbatasan.

Tragedi Pengungsi Suriah di Hongaria

Begitu malangnya nasib para pencari suaka di negara-negara Uni Eropa, terutama di Hongaria. Mereka meninggalkan negaranya Suriah, ingin menghindari kekerasan dan perang, tapi sekarang mereka mendapatkan tindakan kekerasan dari pemerintah Hongaria.
 Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, mengecam kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Hungaria terhadap para imigran, dan sebagai tindakan yang tidak dapat diterima setelah polisi menembakkan gas air mata dan meriam air pada pencari suaka di perbatasan dengan Serbia, Rabu, 16/9/2015.
 "Saya terkejut melihat bagaimana para pengungsi dan imigran diperlakukan. Ini tidak dapat diterima," kata Ban dalam konferensi pers dalam menanggapi pertanyaan tentang bentrokan perbatasan.
 Sekjen PBB menekankan bahwa "Mereka ini adalah orang-orang yang melarikan diri dari perang dan kekejaman dan harus menjadi salah satu kepedulian para pemimpin Uni Eropa dengan penuh kasih sayang”, tegas Ban Ki-moon.

 "Kita harus menunjukkan kepada mereka dengan tangan peduli," katanya. "Mereka harus diperlakukan dengan martabat manusia", tambahnya.
 Pada hari Rabu, polisi Hungaria bentrok selama berjam-jam dengan ratusan migran setelah pemerintah menyegel perbatasan selatan dengan Serbia, salah satu titik masuk terbesar ke Uni Eropa.
Polisi menembakkan setidaknya 20 granat gas air mata terhadap kerumunan yang meneriakkan slogan-slogan dalam bahasa Arab dengan kepalan tangan mereka di udara. Anak-anak menangis dan menjerit akibat tembakan gas air mata, dan beberapa ambulans dikirim ke perbatasan.
"Ini bukan kejahatan bagi mereka yang menyeberangi perbatasan", ujar kepala badan pengungsi PBB Antonio Guterres dalam sebuah pernyataannya, yang memperingatkan bahwa beberapa tindakan kekerasan terhaap larangan pengungsi telah dilakukan oleh Hongaria melanggar hukum internasional.
Guterres menuntut pemerintah Hungaria "menjamin akses tanpa hambatan bagi orang-orang yang membutuhkan perlindungan sejalan dengan kewajiban hukum dan moral", tegas Guteres.
PBB telah membuat tekanan berulang kepada para pemimpin Eropa untuk menegakkan hak asasi manusia, dan tetap melndungi para imigran yang sedang mencari suaka, dan Eropa yang sekarang bergulat dengan krisis migrasi terburuk sejak Perang Dunia II.
Krisis imigrasi Eropa diperkirakan akan menjadi agenda utama yang akan dibahas tahun tahun ini dari para pemimpin dunia di PBB, yang akan dimulai pada tanggal 25 September dengan mendengarkan pidato Paus Francis.
Sementara itu, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengatakan akan membangun pagar baru di sepanjang perbatasan negaranya dengan Kroasia untuk menjaga imigran keluar dari Hongnaria, seperti dikutip oleh surat kabar Prancis Le Figaro dalam sebuah wawancara yang diterbitkan hari Kamis, 17/9/2015.
Setelah Hongaria memagari perbatasan dengan Serbia dalam upaya menghentikan arus besar pengungsi dan migran, Orban mengatakan penyelundup orang hanya akan mengubah rute mereka dan menemukan cara baru ke dalam Uni Eropa.
"Karena mereka tidak bisa lagi melewati Hungaria, mereka akan mengubah rute dan pergi melalui Rumania", kata Orban Le Figaro.
 "Itu sebabnya kami juga memutuskan membangun pagar di perbatasan Rumania, di sepanjang Sungai Mures. Dan kita mungkin akan membangun pagar di sepanjang perbatasan Kroasia. Kami terus mengikuti jejak mereka”, tambahnya.
"Faktanya adalah migran terus datang. Kami berhasil menghentikan mereka di perbatasan Hungaria, tapi ini tidak menghentikan masuknya mereka ke negara kami”, cetusnya.
Pemimpin Hungaria menegaskan kelompok oposisi menolak tawaran apapun untuk membuat anggota Uni Eropa menerima kuota pengungsi, dan bersumpah melakukan "semua yang saya bisa untuk menentangnya koata", tegasnya.
Polisi anti huru hara di Hongaria - menghadapi lebih dari 200.000 imigran tahun ini, hampir semua dari mereka menuju ke negara-negara Uni Eropa lainnya. Polisi dengan sangat keras dan menembakkan gas air mata, menyemprotkan meriam air di kerumunan besar migran putus asa untuk menyeberangi perbatasan dari Serbia, Rabu, 16/9/2015.
Sementara itu, kementerian luar negeri Romania mengatakan telah memanggil duta besar Hungaria yang mengekspresikan keprihatinan atas keputusan sepihak Budapest yang mendirikan pagar di perbatasan bersama mereka.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan lembaga charitas terus berusha membantu para imigran agar dapat keluar dari Hongaria. Di mana mereka berkerjasama dengan berbagai kelompok di berbagai negara Uni Eropa, membawa para imigran keluar dari Hongaria. Para imigran sudah berminggu-minggu terdampar di Hongaria, dan dalam kondiri sangat buruk. Ini benar-benar tragedi kemanusiaan.
Sumber: (voa-islam.com)